Depagnias Weblog

IKHLAS BERKHIDMAD : UPAYA MEWUJUDKAN MASYARAKAT HUMANIS

MADRASAH IBTIDAIYAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL “KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN PENGELOLAAN SEKOLAH

OLEH : ASRUL NASUTION, S.Pd

I. PENDAHULUAN

Madrasah merupakan instiusi pendidikan yang bercorak keislaman. Posisi ini menjadi strategis dari sisi budaya di mana karakter keislaman dapat dibangun secara moderat. Madrasah juga strategis dari sisi politis di mana eksistensinya dapat dijadikan sebagai p arameter kekuatan Islam. Urgensi madrasah ini dalama tataran yang lebih makro dapat dilihat sebagai representasi wajah dan masa depan Islam Indonesia.
Madrasah telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah Madrasah di Indonesia, serta besarnya jumlah Siswa pada tiap Madrasah menjadikan lembaga ini layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan dan moral. Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap Madrasah, baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas, menjadikan Madrasah keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya. Beberapa Madrasah bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang ada.
Madrasah yang dahulu terpolarisasi dalam sistem Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C.Geertz menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada zaman penjajahan, Madrasah menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi. Banyak perlawanan terhadap kaum kolonial yang berbasis pada dunia Madrasah.
Sebagai lembaga, Madrasah dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-niali keislaman dengan titik berat pada pendidikan. Madrasah juga berusaha untuk mendidik para Siswa yang belajar pada Madrasah tersebut yang diharapkan dapat menjadi orang-orang yang mendalam pengetahuan keislamannya disatu sisi serta mendalam penguasaan informasi dan tekhnologinya disisi yang lain.
Karena itu, menurut Tholkhah, Madrasah seharusnya mampu menghidupkan fungsi-fungsi sebagai berikut, 1) Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan nilai-nilai Islam (Islamic vaues); 2) Madrasah sebagai lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial; dan 3) Madrasah sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering) atau perkembangan masyarakat (community development). Semua itu, menurutnya hanya bisa dilakukan jika Madrasah mampu melakukan proses perawatan tradisi-tradisi yang baik dan sekaligus mengadaptasi perkembangan keilmuan baru yang lebih baik, sehingga mampu memainkan peranan sebagai agen perubahan agent of change.
salah satu representase wajah madrasah di negeri ini adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat Sekolah Dasar (SD). Sebagai sebuah institusi di tingkat dasar Madrasah Ibtidaiyah (MI) memiliki peran yang cukup vital karena merupakan institusi pendidikan di tingkat dasar yang berperan ganda, tidak hanya mengenalkan ilmu pengetahuan secara moderat namun juga melakukan transfer nilai-nilai keagamaan sekaligus, sehingga tentunya diperlukan pengelolaan yang baik dan profesional. Sehingga dalam hal ini kebijakan dan manajemen yang baik untuk mengelola Madrasah Ibtidaiyah menjadi sebuah keniscayaan ditengah pelaksanaan Sisdiknas yang telah mengalami perbuhan yang cukup sigifkan.

II. Kebijakan dan Manajemen Pengelolaan Madrasah
Pengelolaan kegiatan pendidikan pada Madrasah adalah kegiatan inti untuk terwujudnya pendidikan yang bermutu. Untuk mewujudkan mutu kinerja di madrasah dan mutu lulusannya, maka madrasah harus dikelola secara profesional. Pengelolaan Madrasah yang profesional minimal memenuhi standar nasioal pendidikan.
Dalam PP RI NO. 19 THN. 2005 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN NASIONAL dijelaskan Pengelolaan Satuan Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas. Dalam hal ini pelaksanaan Manajeman Berbasis Sekolah (MBS) menjadi keniscayaan dalam melakukan pengelolaan Madrasah.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah model pengelolaan penyelenggaraan sekolah yang kewenangannya diberikan seluas-luasnya kepada pihak sekolah untuk mengelola berbagai sumber daya pendidikan dengan melibatkan peran serta masyarakat sebagai lingkungan pendukung. Melalui MBS diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam peningkatan mutu pendidikan. Kebijakan ini sebagai solusi alternatif dari system manajemen terpusat yang dianggap kurang kondusif dalam melibatkan peran serta masayarakat. Selain itu Manajemen berbasis sekolah merupakan upaya demokratisasi dan penghormatan terhadap budayalocal.
Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya MBS bertujuan untuk: Meningkatkan peran serta warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; Meningkatkan tanggungjawab sekolah terhadap orangtua, mayarakat, dan pemerintah dan mutu sekolahnya; Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai; Memberikan pertanggungjawaban tentang mutu pendidikan kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat; Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum muatan lokal, sedangkan kurikulum inti dan evaluasi berada pada kewenangan pusat dan pengembangannya disesuaikan dengan daerah dan sekolah masing-masing. Memberikan kesempatan untuk menjalin hubungan kerjasama kepada sekolah baik dengan perorangan, masyarakat, lembaga dan dunia usaha yang tidak mengikat.
Dalam pelaksanaan pengelolaannya, setiap madrasah harus memiliki pedoman yang mengatur tentang :
a. Kurikulum tingkat madrasah dan silabus
b. Kalender pendidikan.akademik, yang menunjukan seluruh kategori aktivitas madrasah selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan.
c. Strukutr organisasi Madrasah.
d. Pembagian tugas dianatara pendidik
e. Pembagian ti=ugas di antara tenaga kepednidikan.
Setiap Madrasah juga harus dikelola berdasarkan rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah madrasah yang melipuiti masa 4 (empat) tahun.
Rencana kerja tahunan melipuri :
a. Kalender pendidikan akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur.
b. Jadwal penyusunan kurikulum tingkat madrasah untuk tahun pelajaran berikutnya.
c. Mata pelajaran yang ditawarkan pada semester gasal.
d. Pnugasan pendidik pada mata pelajaran dan kegiatan lainnya.
e. Buku teks pelajaran yang dipakai pada masing-masing
f. Jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pembelajaran
g. Pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahan pakai.
h. Program peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis durasi, peserta, dan penyelenggara program.
i. Jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi madrasah dengan orang tua/waliu peserta didik, dan rapat madrasah dengan komite madrasah, untuk jenajng pendidikan dasar dan menengah.
j. Rencana anggaran pendapatan dan belanja madrasah untuk masa kerja satu tahun.
k. Jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja madrasah untuk satu tahun terakhir.
Pengelolaan Madrasah dilaksanakan secara mandiri, efektif, efesien, dan akuntabel, dalam pelaksanannya madrasah yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan harus mendapat persetujuan dari rapat dewan pendidikan dan komite madrasah. Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala madrasah kepada rapat dewan pendidik komite madrasah.
Kebijakan Pengelolaan madrasah pada gilirannya akan mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.
Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing – masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program – program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing – masing.
III. Kerangka kerja dalam Kebijakan dan Manajemen pengelolaan sekolah
Dalam kerangka kebijakan dan manajemen pengelolaan sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor – koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
• pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
• bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
• pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa isu desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan).
III. Madrasah Ibtidaiyah dalam Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Dalam perkembangannya madrasah berlangsung sangat cepat. Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat 13.057 Madrasah Ibtidaiyah (MI), pendidikan setingkat sekolah dasar (SD) pada sistem pendidikan umum. Paling tidak terdapat 1.927.777 siswa yang mendaftarkan diri di MI. Pada pendidikan tingkat lanjutan pertama atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdapat 776 madrasah dengan 87.932 siswa. Sedangkan di tingkat berikutnya atau Madrasah Aliyah (MA) terdapat 16 madrasah dengan 1.881 siswa. Jumlah peserta pendidikan ini merupakan angka yang luar biasa bagi sejarah pendidikan di Indonesia.
Di tahun 1966, pemerintah mengizinkan madrasah swasta berubah statusnya menjadi madrasah negeri. Alhasil, ada 123 MI, 182 MTs, dan 42 MA yang menjadi madrasah negeri. Konsekuensi, manajemen madrasah secara total bergeser dari masyarakat ke pemerintah. Meskipun demikian, sekitar 90 persen madrasah masih dikelola masyarakat setempat dengan bentuk yayasan.
Secara legal, madrasah sudah terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional sejak di-berlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perkembangan madrasah kemudian berlangsung cepat. Di tingkat MI, siswanya mencapai 11 persen dari total siswa tingkat dasar. Di tahun 1999, terdapat 21.454 MI dan sekitar 93,2 persennya diselenggarakan oleh pihak swasta. Tahun 1999 terdapat 9.860 ma-drasah dan sekitar 88,1 persennya merupakan madrasah milik swasta.
Melihat kenyataan tersebut sudah tidak diragukan lagi bahwa Madrasah dalam hal ini Mandrasah stingkat Ibtidaiyah (MI) memiliki kontribusi nyata dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis, Madrasah memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, Madrasah mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.
Proses pengembangan dunia Madrasah dalam hal ini Madrasah setingkat Ibtidaiyah (MI) selain menjadi tanggung jawab internal Madrasah, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan pemerintah. Meningkatkan dan mengembangkan peran serta Madrasah dalam proses pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun masyarakat, daerah, bangsa, dan negara. Terlebih, dalam kondisi yang tengah mengalami krisis (degradasi) moral. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral, harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit moral bangsa. Sehingga, pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih bernilai dan bermakna.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebenarnya memiliki tempat yang istimewa. Namun, kenyataan ini belum disadari oleh mayoritas masyarakat muslim. Karena kelahiran Undang-undang ini masih amat belia dan belum sebanding dengan usia perkembangan Madrasah di Indonesia. Keistimewaan Madrasah dalam sistem pendidikan nasional dapat kita lihat dari ketentuan dan penjelasan pasal-pasal dalam Undang-udang Sisdiknas sebagai berikut:
Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di Madrasah. Madrasah sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.
Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, Madrasah, dan bentuk lain yang sejenis.
Bahkan dalam PP RI NOMOR 19 THN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Standar Kompetensi Lulusan di jelaskan pada pasal 26 ; Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian akhlak mulia serta ketrampilan unutk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Dalam kaitan tersebut diatas Keberadaan Madrasah Ibtiaiyah (MI) menjadi sangat strategis dalam hal pembinaan Akhlak mulia karena sejak awal Madrasah Ibtiaiyah (MI) telah koncern dalam pembinaan Akhlak dan moral para peserta didiknya.

IV. PENUTUP
Melihat kondisi diatas ternyata posisi Madrasah setingkat Ibtidaiyah (MI) dalam sistem pendidikan nasional memilki tempat dan posisi yang istimewa. Karena itu, sudah sepantasnya jika kalangan Madrasah terus berupaya melakukan berbagai perbaikan dan meningkatkan kualitas serta mutu pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Pemerintah telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005 – 2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu: 1) meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, 2) meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan; dan 3) meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik. Maka, Madrasah Ibitdayah (MI) harus bisa merespon dan berpartisipasi aktif dalam mencapai kebijakan di bidang pendidikan tersebut. Madrasah dalam hal ini (MI) tidak perlu merasa minder, kerdil, kolot atau terbelakang. Karena posisi Madrasah dalam sistem pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama dengan lembaga pendidikan formal lainnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Maret 20, 2008 - Posted by | Tidak Dikategorikan |

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar